Rabu, 22 Januari 2020

ikatan kimia

2.1         Ikatan Kimia

2.2.1   Definisi Ikatan Kimia
   Di alam materi umumnya terdapat dalam bentuk molekul hanya sedikit yang berada dalam bentuk atom bebas beberapa molekul terbentuk dari atom-atom sejenis seperti Hidrogen (H2), Klorin (Cl2) dan Belerang (S2). Ada pula molekul yang terbentuk dari atom-atom yang berbeda misalnya air H2O karbondioksida CO2 dan glukosa C6 H12 O6 (Sutresna, 2008).
Berdasarkan sifatnya, unsur-unsur kimia dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu unsur logam, unsur non logam, dan unsur gas mulia. Unsur-unsur yang bersifat logam adalah unsur-unsur yang termasuk golongan 1A. IIA, dan IIIA (kecuali boron), IVA (kecuali karbon dan silikon), sebagian VA (antimon dan bismut), IB, IIB, IIIB, IVB, VB, VIB, VIIB dan VIIIB. Unsur-unsur yang bersifat non logam adalah unsur-unsur yang termasuk golongan IVA (karbon dan silikon) sebagian VA (kecuali antimon dan bismut), VIA dan VIIA. Adapun unsur-unsur golongan VIIIA dinamakan gas mulia (Rahayu, 2009).
2.2.2   Kaidah Oktet dan Duplet
1.             Konfigurasi Elektron Gas Mulia
Unsur-unsur gas mulia terletak pada golongan VIIIA dalam tabel periodik. Unsur-unsur gas mulia merupakan unsur-unsur yang inert (sukar bereaksi) sehingga banyak digunakan dalam industri yang memerlukan kondisi inert. Di alam, unsur-unsur gas mulia berada dalam bentuk atom bebas (monoatomik) (Sutresna,2008).
Dari keseluruhan unsur gas mulia, hanya tiga unsur yang diketahui dapat bereaksi dengan unsur lain. Reaksi tersebut sangat sukar terjadi dan hanya berlangsung pada kondisi-kondisi yang khusus. Tiga unsur gas mulia tersebut yaitu kripton (Kr), xenon (Xe) dan radon (Rn). Unsur gas mulia lain yang hingga saat ini belum diketahui apakah dapat bereaksi dengan unsur lain yaitu helium (He), neon (Ne) dan argon (Ar). Perhatikan konfigurasi elektron gas mulia tabel 2.1 (Sutresna,2008).
Tabel 2.1 konfigurasi elektron gas mulia
                                                                                            (sumber: Sutresna, 2008)
  Pada 1916 GN Lewis dan menyatakan bahwa unsur-unsur gas mulia sukar berikatan dengan unsur lain maupun dengan unsur terjadi sebab elektron valensinya sudah penuh konfigurasi elektron valensi gas mulia sebanyak 8 elektron atau oktet kecuali helium 2 elektron duplet. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa suatu atom yang memiliki konfigurasi elektron serupa dengan gas mulia akan stabil dan kata lain unsur-unsur yang memiliki konfigurasi elektron tidak mirip dengan konfigurasi elektron gas mulia tidak stabil berdasarkan hal itu Lewis menyatakan bahwa unsur-unsur selain gas mulia dapat mencapai kestabilan dengan cara bersenyawa dengan unsur lain atau unsur yang sama agar konfigurasi elektron dari setiap atom itu menyerupai konfigurasi elektron gas mulia suatu atom dapat mencapai konfigurasi elektron gas mulia dengan cara melepaskan elektron valensi menangkap elektron atau menggunakan bersama elektron valensi membentuk pasangan elektron (Sunarya dan Setiabudi, 2007).
2.             Konfigurasi elektron dari atom dengan kecenderungan melepaskan elektron
Pembentukan suatu senyawa, atom-atom unsur yang memiliki elektron valensi dalam jumlah sedikit, misalnya unsur-unsur golongan 1A (kecuali atom H), IIA dan IIIA, memiliki kecenderungan meningkat mengikuti kaidah oktet dengan melepaskan elektron. Unsur-unsur tersebut melepaskan elektron valensi untuk membentuk ion positif. Unsur yang memiliki kecenderungan membentuk ion positif disebut unsur elektronpositif. Nilai muatan positif yang terjadi sesuai dengan elektron valensi atom atom tersebut. Atom-atom unsur yang cenderung melepas elektron memiliki energi ionisasi yang relatif kecil. Unsur-unsur ini merupakan unsur-unsur logam (elektropositif) (Sutresna,2008).
3.             Konfigurasi elektron dari atom dengan kecenderungan menerima elektron
Pembentukan suatu senyawa, atom-atom unsur yang memiliki elektron valensi dalam jumlah banyak, misalnya unsur-unsur golongan IVA, VA, VIA, dan VIIA memiliki kecenderungan mengikuti kaidah oktet dengan cara menerima elektron untuk membentuk ion negatif. Unsur-unsur yang memiliki kecenderungan membentuk ion negatif disebut unsur elektronegatif. Nilai muatan negatif yang terjadi adalah sejumlah elektron yang diterima, yaitu 8 - x (dalam hal ini x adalah jumlah elektron valensi). Unsur yang cenderung menerima elektron memiliki afinitas elektron atau keelektronegatifan yang relatif besar. Unsur-unsur ini merupakan unsur-unsur non logam (Sutresna,2008).
2.2.3   1. Ikatan Ion
Untuk mencapai keadaan stabil, atom-atom melakukan ikatan satu sama lain dengan cara serah-terima elektron valensi membentuk ikatan ion. Senyawa yang dibentuk dinamakan senyawa ion. Ikatan ion terbentuk akibat adanya serah-terima elektron di antara atom-atom yang berikatan sehingga konfigurasi elektron dari atom-atom itu menyerupai konfigurasi elektron gas mulia. Adanya serah-terima elektron menghasilkan atom-atom bermuatan listrik yang berlawanan sehingga terjadi gaya tarik-menarik elektrostatik. Gaya tarik-menarik inilah yang disebut ikatan ion. Atom-atom yang menyerahkan elektron valensinya kepada atom pasangannya yang bermuatan positif disebut kation. Adapun atom-atom yang menerima elektron yang bermuatan negatif disebut anion. Lewis menggambarkan elektron valensi atom dengan titik yang mengelilingi lambang atomnya. Jumlah titik menyatakan jumlah elektron valensi. Penulisan ini dikenal dengan rumus titik elektron (Sunarya dan Setiabudi, 2007).
Perhatikan proses pembentukan natrium klorida (NaCl) yang terbentuk dari atom natrium (Na) dan atom klorida (Cl) berikut.
Pada pembentukan kation,  jumlah elektron yang dilepaskan sesuai dengan nomor golongan dalam tabel periodik. Pada pembentukan ion jumlah elektron yang diterima sama dengan delapan dikurangi nomor golongan (Sunarya dan Setiabudi, 2007). Pada umumnya, senyawa ionik (senyawa yang memiliki ikatam ion) terbentuk dari atom logam dan atom nonlogam. Contoh-contoh senyawa ionik yang terbentuk dari atom logam dan atom nonlogam diantaranya NaCl, NaBr, KCl, dan KH (Sutresna,2008).
2.2.4   2. Ikatan Kovalen
Menurut Lewis, atom-atom bukan logam dapat membentuk ikatan dengan atom-atom bukan logam melalui penggunaan bersama pasangan elektron valensinya.. Atom-atom bukan logam umumnya berada pada golongan VA sampai VIIA, artinya atom-atom tersebut memiliki elektron valensi banyak (5-7). Untuk mencapai konfigurasi elektron seperti gas mulia, atom-atom cenderung mengadakan saham (saling menyumbang), setiap atom menyumbang elektron valensi untuk digunakan bersama. Ikatan yang terbentuk melalui penggunaan bersama pasangan elektron valensi dinamakan ikatan kovalen. Senyawa yang dibentuk dinamakan senyawa kovalen. Untuk menyatakan elektron valensi dalam ikatan kovalen, Lewis menggunakan rumus titik elektron (Sunarya dan Setiabudi, 2007).
a.       Ikatan Kovalen Tunggal
Ikatan kovalen tunggal adalah ikatan yang terbentuk dari penggunaan bersama sepasang elektron. Setiap atom memberikan tambahan 1 elektron untuk digunakan bersama (Sunarya dan Setiabudi, 2007). Misalnya, struktur Lewis molekul NH3, atom N memiliki konfigurasi elektron 2 5. Jadi, atom N memiliki lima elektron valensi dengan distribusi sebagai berikut.
Atom N memiliki tiga elektron tidak berpasangan sehingga untuk memenuhi kaidah oktet diperlukan tiga elektron dari H.
Dalam molekul NH3 terdapat sepasang elektron yang tidak digunakan (elektron bebas) sehingga disebut pasangan elektron bebas (PEB). Tiga pasangan elektron yang dipakai bersama oleh atom N dan H disebut pasangan elektron Ikatan (PEI) (Sutresna,2008).
b.      Ikatan Kovalen Rangkap
Dalam ikatan kovalen, selain ikatan kovalen tunggal juga terdapat ikatan kovalen rangkap dua dan rangkap tiga. Ikatan kovalen rangkap dua terbentuk dari dua elektron valensi yang disahamkan oleh setiap atom, misalnya pada molekul O2 (Sunarya dan Setiabudi, 2007). Ikatan kovalen rangkap dua dibentuk oleh atom-atom non  logam yang menyumbangkan dua elektron tidak berpasangan untuk berikatan sehingga memenuhi kaedah oktet (Sutresna, 2008).
Ikatan kovalen rangkap tiga terbentuk dari tiga elektron valensi yang disahamkan oleh setiap atom, misalnya dalam molekul N2 (Sunarya dan Setiabudi, 2007).
c.       Ikatan Kovalen Polar
Sifat kepolaran ikatan kovalen dipengaruhi oelh perbedaan keelektronegatifan., sedangkan bentuk molekul dari atom-atom yang berikatan akan menentukan sifat kepolaran molekulnya (Sutresna,2008). Molekul diatomik homointi, seperti H2, Cl2, N2, O2, dan sejenisnya, ke dua inti atom saling menarik pasangan elektron dengan ikatan sama besar sebab skala keelektronegatifan setiap atomnya sama. Atom Cl lebih elektronegatif daripada atom H. Keelektronegatifan Cl = 3, 0 dan H = 2, 1. Oleh karena atom Cl memiliki daya tarik terhadap pasangan elektron yang digunakan bersama lebih kuat maka pasangan elektron tersebut akan lebih dekat ke arah atom klorin. Jika pasangan elektron pada ikatan itu lebih tertarik kepada atom klorin yang menyebabkan timbulnya terjadinya pembentukan muatan. Oleh karena pasangan elektron ikatan lebih dekat ke arah atom Cl maka atom Cl akan kelebihan muatan negatif. Dengan dengan kata lain, atom Cl membentuk kutub negatif. Akibat bergesernya pasangan pasangan elektron ikatan ke arah atom Cl maka atom H akan kekurangan muatan negatif sehingga atom H akan membentuk kutub positif (Sunarya dan Setiabudi, 2007).
Oleh karena molekul HCl bersifat netral maka besarnya muatan negatif pada atom Cl harus sama dengan muatan positif pada atom H. Selain itu, kutub positif dan kutub negatif dalam molekul kovalen bukan pemisahan muatan total seperti pada ikatan ion, melainkan secara parsial, dilambangkan dengan σ (Sunarya dan Setiabudi, 2007).
Jika dalam satu ikatan kovalen terjadi pengkutuban muatan maka ikatan tersebut dinamakan ikatan kovalen polar. Molekul  yang dibentuk dinamakan molekul polar. Sebaran muatan elektron pada molekul polar terdapat diantara rentang ikatan kovalen murni seperti H2, dan ikatan ion seperti NaCl. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam molekul-molekul kovalen polar terjadi pemisahan muatan secara parsial akibat perbedaan keelektronegatifan dari atom-atom yang membentuk molekul (Sunarya dan Setiabudi, 2007).
Kepolaran molekul berkaitan dengan kemampuan suatu atom dalam molekul untuk menarik pasangan elektron ikatan kearahnya. Kemampuan tersebut dinyatakan dengan skala keelektronegatifan. Selisih nilai keelektronegatifan dua buah atom yang berikatan kovalen memberikan informasi tentang ukuran kepolaran dari ikatan yang dibentuknya. Jika selisih keelektronegatifan nol atau sangat kecil, ikatan yang terbentuk cenderung kovalen murni. Jika selisihnya besar, ikatan yang terbentuk polar. Jika selisihnya sangat besar, berpeluang membentuk ikatan ion. Selisih kelektronegatifan antara atom H dan H (dalam molekul H2), atom H dan Cl (dalam HCl) dan atom Na dan Cl (dalam NaCl) berturut-turut adalah 0; 0,9; dan 2,1 (Sunarya dan Setiabudi, 2007).
d.      Ikatan Kovalen Koordinasi
Dalam ikatan kovalen terjadi penggunaan bersama pasangan elektron valensi untuk mencapai konfigurasi elektron seperti gas mulia (oktet atau duplet). Jika pasangan elektron yang dipakai pada ikatan kovalen berasal hanya dari salah satu atom. Berdasarkan gejala kimia, ternyata ada senyawa kovalen yang memiliki sepasang elektron untuk digunakan bersama yang berasal dari salah satu atom. Ikatan seperti ini dinamakan ikatan kovalen koordinasi (Sunarya dan Setiabudi, 2007).

4. Ikatan Logam
Atom logam dan atom logam membentuk kristal logam. Misalnya, logam besi, tembaga, dan aluminium memiliki ikatan logam pada inti atomnya (Sunarya dan Setiabudi, 2007). Elektron-elektron valensi dari atom-atom logam bergerak dengan cepat (membentuk lautan elektron) mengelilingi inti atom (neutron dan proton). Ikatan yang terbentuk sangat kuat sehingga menyebabkan ikatan antaratom logam sukar dilepaskan. Unsur-unsur logam pada umumnya merupakan zat padat pada suhu kamar dan kebanyakan logam adalah penghantar listrik yang baik ((Rahayu, 2009).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar